Selasa, 26 Juni 2012

Monolog dini hari


Semisal malam; aku adalah jejerit bintang yang tak berteman. Semesta memuji ketabahan pada diriku, tersebab apapun ku bicarakan pada hati ini kalau kesedihan juga patut untuk dirayakan. Semalam yang tak mempunyai tepi kudendangkan nada nada sepi, menyanyikan pilu sebagai alunan hati. 

Terbayang kolase kolase kesedihan. Sunyi. Terkadang aku ingin menjadi malam, yang berani meratapi pekat kemudian luluh karena tak sanggup menahan kabut perih lara. 

Melihat seluruhnya melirih, melinangkan air mata yang bening dan mengantarkan beribu duka dalam sisa sisa doa untukmu.

Langit akhir malam ini berkata; tentang rindu yang sedang terluka. Bahwa kesedihan pun bukan berasal dari mata yang berkaca pada masa lalu. Menghadirkan wajahmu yang meluruh pada waktu. Tak ada lagi, tempat untuk menumpuk rerinduan yang tertahan kala senja melukiskan mu. 

hanya  ada aku dan beberapa yangkusebut dengan benda bernyawa 


Kebisuan dini hari, tak ada bintang yang bercerita tentang kebahagiaan. Semuanya hanya kesendirian. Bahkan bisik gerimis pada dedaunan dan desah angin pada ranting melebih-lebihkan perasaan yang mengharu biru keterlaluan. Rerintikan hujan melahirkan puisi yang menghembus dari jendelaku keluar dan bebas menjadi hujan lagi, dan tak pernah kembali. 

Dini hari seperti ini adalah istana bagiku, tempat menerjemahkan rindu tanpa kata kata. dan selalu kupercayai malam, sebagai pengisi mimpi yang sempat tertunda, tentu saja dengan aku sebagai penghuni segala detak dan detik sepi yang merajam.

Dini hari akan kalah pada pagi, sementara rindu ku akan mengalah pada langit yang menjelma cahaya. Terkadang menerangi, terkadang membakar. Dengan aku yang  bernaung di bawahnya tanpa tau apa-apa yang terjadi. 

Dan biarkan, langit langit menjadi saksi, rasa cinta yang tak padam, hanya mengabu pada sepi untuk kemudian menunggu pagi menjemput dengan iming iming mimpi yang belum sempat terwujud semalam ini. 

Ingatlah, tuan! 

Kelak ketika langit itu menghujanimu dengan beribu tusukan yang membuatmu merindu, saat kau mengalah pada kesepian, kenang aku sebagai separuh dari kebahagiaanmu. Sementara nona ini akan menyandarkan hatinya pada waktu yang akan mengamini semua doamu kelak.

Ketahuilah, dan sangat penting kau ketahui. Kalau aku pernah menjadi jejak jejak kakimu, yang membekas setiap kau melangkah menjauh. Menyembunyikan bau sesal dan senang bersamaan. 

Dari sini, aku puan yang selalu meninggikanmu setingkat lebih tinggi dari langit dini hari ini. Dan ku hidupi ketabahan yang raja, untuk menantimu di dasar liang, tempatku berdiang anggun dengan segala yang tidak kupunyai .

~ 02:20~ Diah Kusmira Dewi

Sisa waktu yang ku punyai


Aku masih punya waktu, tuan
Benar adanya jika kau percayai
Cinta itu bias, tapi bisa diperjelas
Dengan metafora-metafora yang kias
Entahlah..
Fatamorgana itu akan jadi nyata
Getaran getaran ini masihkah kau rasa ?
Hanya kita yang bisa menamai ini sebuah kenangan
Izinkan aku mengujarkan ini bukan kenangan
Jika kau izinkan, aku akan menyebutnya “hidup”
Ketahuilah,tuan!
Lelaki yang bersamaku kini
Manusia yang tidak bersalah
Namun ku persalahkan
Omong kosong kalau aku mencintai dia!
Persetan dengan melanjutkan hidup tanpamu
Q Abdikan segala pahit dan luka lukaku
Rasa dan asa yang dulu pernah ada
Sampai waktu tak punya hak untuk melarang cinta,
Telah kita tahtakan semua kenang dalam tenang
Untuk semua yang pernah terjadi
Venus pun tersenyum melihat ku begini
Walaupun hanya aku yang akan selalu memujamu
Xilografi-xilografi akan ku ciptakan pada sebuah pohon
Yang tak akan mengalah pada waktu
Zaman pun—tak akan mampu menyudahi waktu yang ku punyai untukmu 

..

‘Perih’ al – benci

Tentang kau –
Semua yang menyayat dalam dalam
Sayatan paling perih tak terperihkan oleh kepedihan-pun
Sebisaku mengurai  airmata satu persatu
Sebening rindu yang terlahirkan suci
Sehening kenangan yang dirahasiakan
Sekembalinya kau dalam ingatan yang terlampau lama menetap

 Benci itu kamu—
Membiarkan semua luka luka semakin menganga
Menggoreskan pertahanan pada sakit nan abadi
Mendiam berlama lama
Menyempurnakan tanpa kata kata
Menari dibawah hujan kesedihan
Menumpahkan kenangan, lagi dan lagi

Perih – benci
Nantinya matakulah yang akan berhenti menyayat diri sendiri
Nenar sepi, rindu meradang nyeri
Nikmatilah sayatan benci ini,
Nyatalah semua haru biru kehilanganmu
Nona ini masih menjadikanmu puisi
Nyawa dari semua mati yang dihidupkan.




–   * Aku – yang – tak– pernah – menang – dengan – ‘perih’al benci *

Secarik buram


Sebab telah terdapat retak dalam bening gelas gelas kaca.
Sebab telah ada keruh dalam bening mata
Sebab telah ada tangis dalam gelak tawa
Sebab telah ada ‘dia’ dalam ‘kita’


 Begitu indah ...
Aku hanya goresan yang telah ada
Aku hanya hujan yang mencoba bermuara
Aku hanya malam yang tak bersuara
Aku hanya secarik buram yang tak kau beri makna 

 Begitu kah ...
Seharusnya kita masih berpelukan karena cinta
Seharusnya kita masih bersatu dalam alunan nada
Seharusnya kita tak pernah membenci dengan kata


Dan
Seharusnya
Kita
Bahagia
Seperti
Sebelum
Sebelumnya ...

Rabu, 20 Juni 2012

Semestinya K(a)U, semesta KU


Perbandingan selalu  mudah dilakukan
Setelah memiliki rasa kesempurnaan
Seperti apel tergantung di pohon
Aku memilih salah satu
buahnya, sementara masih punya benih

Kau bilang
; lanjutkan hidupmu!”,
lalu  kemana aku akan pergi?
sementara dari penjuru menyerukan namamu
Matahari itu,kamu!
Bulan itu, kamu!
Sakit yang mengabadi itu –kamu!
Pun hujan dan senja kau diami!
Arah mana lagi ?

Karena saat aku dengan dia
, pikirku masih menghidupimu
memikirkanmu
Berpikir apa yang sedangkau lakukan
Jika
kau sedang menatap malam,

aku berharap sedang menatap mata
mu--lagi

Kau seperti
api unggun di tengah musim dingin
Seperti permen keras dengan pusat kejutan
Bagaimana cara mendapatkan lebih baik setelah aku punya yang terbaik?
Kau bilang ada ton ikan dalam air,
mengapa masih menatap nanar bangkai ikan yang mati ?

Dia mencium bibir saya,
seketika aku merasakan mulutmu
Dia menarikku,
dan aku muak dengan diriku sendiri

selamanya  aku berharap bahwa aku sedang mencari

 

Kau yang terbaik, dan ya,
aku menyesal
Bagaimana aku bisa membiarkan diriku membiarkanmu pergi
sekarang pelajaran yang dipelajari
Aku menyentuhnya,
dan terbakar
ku pikir kau harus tahu!

ku remukkan jam di balik pintu itu.
Sehingga tak pernah kau meninggalkan ku
tidak ada lagi kesalahan
Karena di mata
mu yang semesta, aku akan meninggal dan menanggalkan keabadian