Selasa, 25 Desember 2012

Manuskrip waktu



Waktu mengajari kita pada sebuah perbedaan masa. Dimana kenangan kenangan melarut dalam cairan sedu sedan. Dan kita hanya partikel yang hanyut terombang ambing dalam riak dalamnya arus waktu. Dari satu kisah ke kisah yang lain, dari satu nama ke nama yang lain, dan dari satu hati ke hati yang lain. Begitu seterusnya—tanpa suatu perlawanan atas kuasa waktu. 

Dan sekarang, kemarin, besok atapun lusa. Ingkaran ingkaran itu akan tetap melingkar dalam perjalanan waktu kita. Seperti sisa ampas kopi pada gelas gelas kaca. Dan kita hanya bisa duduk memandangi dari luar.
Sayang, kita tak pernah bisa benar benar meninggalkan apapun dari masa lalu. Selalu terseret, dan menyeret. Berotasi tetap dan hanya berpura pura tak ingat. 

Kemarin kau berkata : “aku menyayangimu”, pun begitu juga kemarinnya lagi.
Sekarang kita tak saling tegur, dan membalikkan badan jauh jauhan. Padahal, jauh jauh hari sebelumnya kau berkata “meninggalkanmu itu bak melepas nyawa dari raga”. Entah apa maksudmu. Guarauan, atau hanya sekedar manisan kata yang kau ramu sedemikian ranum. Aku percaya sajalah, dan menikmatinya.
Sampai pada kekosongan waktu itu. Tak ada lagi ramuan kata manis, gurauan, pun khas tawamu. Semuanya lenyap—senyap dan hening lama...
Sebagai penanggung jawab tunggal, karena waktu yang memasang jarak antara kita, dia juga lah yang memotong jarak itu.

Mengembalikan mu pada ku. Setengah setengah. Tanpa manisan kata, hanya tegur dan lengkung senyum yang kau pasang tanpa ku tahu asli atau sok asli. Hanya satu yang aku tafsirkan dari kembalimu ini. kau berubah, atau mungkin kau sadar menjadi dirimu yang dulu sebelum mengenalku.
Desember ini hampi habis, terkikis oleh waktu yang semakin menipis.
Sekiranya semua awalan dan pertemuan yang telah ataupun terlanjur terjadi di tahun kedua belas ini harus kita akhiri atau meneruskan nya dengan sebahagia mu dan aku. Di kita yang masing masing.
Kelak kalau kita bertemu dalam waktu yang kuasa mempertemukan, agar senyum masih terbias hangat melalui celah bibir dengan segala yang telah terlalui. 


~Diah Kusmira Dewi~

Pada pelukan



Pada pelukanmu yang masih, kasih
Aku memilih untuk karam ditengahnya
Bukan menyerah pada nyaman
Melainkan disitulah tempatku pulang

Kita pernah berbagi hangat pada lengan
Engkau mengakui ada siku siku malaikat
Di rentangan lenganku yang kuat

Aku pun pernah hampir lenyap
Pada deruan nafasmu yang surga
Manalagi yang akan kau tepis ?
Semua lelahmu telah ku tangguhkan
Kecewamu sudah ku sirnakan

Warna warni hari ini membuatmu buta
Tafsirkan aku kuas, dan kau kanvas
Kita paduan kekuatan tuhan yang maha
Selamanya... di pelukan yang hidup

Senin, 03 Desember 2012

berdamai dengan kesendirian

Maafkan aku diriku..

November sudah terlewati, dan sebelas sudah tergantikan
Nama nama silih berganti beterbangan dalam gerbang ingatan
Namun semua itu akan segera terbenam dengan segala yang termaafkan
Nada nada sirik mungkin akan selalu ada, pun dengan puji pujian

Di dalam desember ini, aku ingin berdamai dengan diriku
Dengan semua yang  berbantah bantahan dalam nuraniku
Disertai  penyesalan dan janji untuk meninggalkan segala rusakku
Demi semesta dan semestinya semua yang kumiliki, pun yang belum teruntukku

Sebelas, dua belas dan takkan ada tiga belas
Semua akan segera beralih dan bergegas
Sendiri ataupun beriringan, tak usah dibahas
Seperti senja yang masih tetap membias

Dan aku, memilih untuk berdamai dengan diirku …