Selasa, 14 Mei 2013

Lebih darimu



/1/
Ada yang lebih jahat dari kamu
Dia yang menghentikan waktu kita bersama
Ada yang lebih manis dari kamu
Dia yang mengenalkan senyum getir pada ku
Ada yang lebih ramah dari kamu
Dia yang menentang kabar buruk terbawa angin

/2/
Ada yang lebih luka dari kamu
Dia yang menopang segala sakitmu
Ada yang lebih peduli dari kamu
Dia yang rela menekan nyawanya
Ada yang lebih merdu dari kamu
Dia yang bersuara sedu sedan

/3/
Ada yang lebih perih dari kamu
Dia yang berhujan ketakberartian
Ada yang lebih tak mengerti dari kamu
Dia yang faham kebukansiapa-siapaanku

/4/
 ada yang lebih dari kamu, aku.

pemanis buatan

dulu, ibuku selalu berkata ‘tidak’ saat aku merengek meminta permen gulali.
Terlalu banyak pemanis buatan, katanya
Lalu aku terus menangis sampai menjadi tontonan di pasar
Kemudian aku dipulangkan
Dan masih sesenggukan karena permintaan yang tak terpenuhi.
Tapi disinilah aku sekarang
Menenun gula gula harian
Menekuni hari-hari panjang yang hampir karam
Oleh serta merta bahagia yang tak merata
Terampas oleh mulut yang tak lelah berkata tak perlu
Dan disanalah kau seharusnya
Dengan aku yang juga disana seharusnya
Jarak dan hati tak pernah berseteru
Mereka hanya menunaikan tugasnya dengan seru
—sometimes, bitter is sweeter, to taste—

Sri Rukmini


Hari ini tepat 45 hari aku merindukannya
Sebelumnya merindukan tak pernah sesakit ini
Perbedaannya cuma di sebelah kiri
Lebih nyeri, lebih lebam kurasa
Tak ada pukulan dan hantaman yang nyata memang
Aku tak punya bukti bahwa rindu itu jahat
disini ku definisikan nyawa itu bulat
separuh aku, dan separuh ibuku.
—Sri Rukmini
Seorang anak kecil pemuja hujan yang tumbuh (sok)dewasa
Dengan rambut bayinya yang panjang tergerai di tengah sawah
Melantunkan lagu rindu untuk ibunya
Kini ia harus berhadapan tanpa sekat dengan yang bernama dunia
Yang selama ini tersohor dengan kejamnya
Dari mulut ke mulut, orang sibuk membicarakan
Jadi wanita itu susah, nak.
Namun menjaganya lebih susah
—ternyata melupakan tidak sama dengan merelakan