Ditempat ini kita terjebak. Mengawali semua hal hal yang
nantinya hanya akan menggiring kita dalam surga fatamorgana. Entah sempurna
atau sekedar berpura-pura sempurna. Peduli apa tentanng arti sempurna sendiri ?
kalau aku + kamu = kita . sekarang aku jadi rajin menulis puisi puisi perihal
cinta, perihal kebahagiaan setelah bosan aku merasa menulis sajak sajak sedih
yang berdarah selepas kau melangkah keluar dari garis kehidupanku. Ahh, bodoh
sekali aku pernah menjadikanmu nyawa beberapa puisiku.
“Di sini
semua berawal. Walau seribu tanya bicara. Terbungkam oleh pesona”
Kemarin, kini dan nanti hanyalah sebuah kata yang kurasa sama
saja—tanpamu. Namun kini telah kutemukan
apa yang pernah menghilang dari dalam jiwaku. Engkau yang baru. Waktu mempertemukan
kita dalam sebuah awal, peradaban baru, mungkin untuk menuliskan kisahku yang
baru. Karena takdir sudah bosan membaca bait bait kesedihan yang menjadi nyawa
buku ceritaku.
Kau seperti asing bagiku. Atau memang aku yang sudah merasa
di asingkan oleh perasaan sendiri. Sebuah sudut pandang yang memintal benang benang Tanya tentangmu
pun aku ciptakan. Dapatkah kita saling melengkapi
yang sudah sudah ? memperbaiki yang sudah usang ? dan banyak lagi pertanyaan
tak terjawab yang terus menerus ingin kulahirkan dalam kepalaku yang sudah
sesak.
“Tanpa arah,
semakin jauh. Ku bertahan. Haruskah ku hilang, tanpa pesan. Akankan ku rindu,
semua kesan”
Tuan, kuberikan kau seluruhnya yang meluruh dalam nadi dan
hati. Biarkan aku meliar, menjamahimu dari segala mata angin. Semakin jauh—jauuh
dan jauh sampai tak kita kenal lagi kata batas. Berjanjilah, bertahan denganku
sedari apa yang menerjang kita yang merupa badai badai kecil.
Tolong jangan biarkan aku merasakan kehilangan berkali kali, karena
aku akan benar benar rusak dan kau menghilang tanpa pesan. Tapi anehnya, rindu rindu
tetap kuawetkan saja selepas aku mengenal kesanmu. Terendap indddah
danmelekatdihati.
*
Bisa kah kita bermain berpura pura ?
Kau yang berpura pura mencintaiku dan aku yang berpura pura
percaya dengan ketulusanmu.
Hingga kita lupa kalau telah berpura pura—lelah, dan akhirnya
memilih menjalani itu seperti tak berpura pura.
Namun tuan, jangan mengkwatirkan tentangku. Tentang rasa yang
sudah bergaransi.
Bukankah masing masing
dari kita sudah lihai mengelabui perasaan. Teruslah merengkuh satu sama lain,
hingga pagi—sore—malam tak kita hiraukan pergeseran bulan dan matahari. sampai
semua terungkap, Walau nyata enggan berkata. Terbungkam oleh prahara
“Sentuhlah hatiku, rasakannya berbeda. Rengkuhlah pikirku, bawa ku ke duniamu. Dengarlah harapku, akankah kau mengerti. Bila hadirmu buat hatiku, seringan awan”
“Sentuhlah hatiku, rasakannya berbeda. Rengkuhlah pikirku, bawa ku ke duniamu. Dengarlah harapku, akankah kau mengerti. Bila hadirmu buat hatiku, seringan awan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar