Sabtu, 07 Januari 2012

Dialog Monoton

Tersebutlah disebuah senja yang pilu dan bisu;

Kudengar hati dan fikir yang berdialog monoton. Melambai bagai alunan musik kosong yang tak bernada. Fikir menuntut hati agar segera mungkin untuk membersihkan sisa masa yang berserakan dimana mana, karena itu membuat fikir tak bisa bekerja dengan baik.

Namun, tak semudah itu “jawab hati” . hati memerlukan waktu yang tak tentu untuk benar benar membersihkan runtuhan itu. Fikir yang tak mau tahu, karena dia juga dituntut oleh yang bernama keadaan yang mengharuskan hal hal baru untuk difikirkan.

Lalu apa sekarang ? hati menangis, karena tak bisa memenuhi tuntutan fikir yang keras. Dia masih benar benar berusaha agar runtuhan yang berserakan itu tak bertebaran kemana mana memenuhi ruang dalam hati.

Perlu seseorang yang dengan bersedia melepas tancapan retakan kaca yang pecah dan mendalam dalam hati yang lunak ini.

Ohh fikir, mengertilah!

Jangan kau paksa hati sampai dia menangis begitu. Kau tak adil, bagaimana bisa kau melukai hati yang sangat mencintaimu. Mestinya kau fikirkan itu fikir!
Ya, baiklah. Sekarang kau carilah cara supaya hati bisa tenang, dan bantulah dia untuk melepas tancapan retakan kaca masa lalu ini. Beri hati pengertian, kalau kau fikir, akan selalu menemani hati dalam benar atau salah. Jangan Cuma bisa menyalahkan nya saja, tapi rasakan.

Dan, dialog monoton ini berakhir saat senja berganti malam;
Tanpa ada keputusan yang terputuskan ...

dan terimakasih, sudah memberikan pengertian agar aku tak banyak berharap 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar